Showing posts with label kebebasan. Show all posts
Showing posts with label kebebasan. Show all posts
Saturday 16 July 2016

Cerita : Kebebasan

ADA sebuah kata Sepanyol yang sangat menakutkan, comprachicos.
Pengarang Perancis Victor Hugo pernah bercerita tentang ini.
"Para pembeli anak-anak" itu membayar dengan harga tertentu
bocah-bocah kecil untuk kemudian dijual lagi --setelah tubuh
mereka dibikin ganjil.

Dalam kisah Hugo itu, ada comprachicos yang membeli seorang anak
kecil lalu menaruhnya dalam sebuah vas porselin yang berbentuk
aneh. Di waktu malam vas itu dibaringkan, agar si anak bisa
tidur. Di pagi hari vas itu ditegakkan kembali. Bertahun tahun
lamanya hal itu mereka lakukan, dan dalam proses itu, daging
serta tulang si anak tumbuh sesuai dengan bentuk vas. Setelah
dianggap cukup, vas itu pun dipecahkan. Anak itu keluar dari
sana, dan lihatlah: tubuhnya berbentuk jambang!

"Mereka menghambat pertumbuhan, mereka menyelewengkan corak
perwujudan," kata Hugo tentang para comprachicos. Dengan kata
lain, mereka membikin bonsai -- keahlian orang Jepang di bidang
pembentukan tanaman itu -- dengan jasad manusia.

Kini, alhamdulillah, tak ada lagi "seni" seperti itu. Tapi masih
banyak anakanak yang terhambat Pertumbuhannya karena pada
mereka tak ada kasih yang tepat. Karena Pada mereka tak ada
kepercayaan yang perlu dan tentu saja, kebebasan. Anak-anak itu
pun takut bahkan untuk senyum, apalagi buat berbicara bebas dan
mencipta sendiri. Tubuh mereka mungkin normal, tapi jiwa mereka
adalah sebuah hasil bonsai.

Seperti mereka, jiwa suatu bangsa pun jangan-jangan bisa
dibonsai: suatu masyarakat yang tak menggeliat-geliat sedikit
pun ketika dimjak, dengan kata lain, masyarakat yang tidak bisa
lagi tumbuh, jadi aneh, tidak wajar.

Namun untunglah, tak pernah dalam sejarah modern ada masyarakat
seperti itu. Juga belum pernah, dalam abad ke-20 yang tidak
tenteram ini, ada penguasa yang dengan senyum seram seorang
comprachico mau mengubah jiwa manusia jadi lempung yang selalu
patuh untuk dibentuk jadi apa saja. Biar pun sungguh muram Yang
kita dengar tentang Kamboja atau Chili, barangkali lebih banyak
penguasa yang sebenarnya cuma cemas kepada kemerdekaan manusia.

Kecemasan itu bukan cuma milik para diktatur. Ketika Revolusi
Perancis pecah dan segala seruan berteriak tentang kemerdekaan,
yang cemas tak kurang adalah seorang negarawan dan publisis
Inggeris terkemuka, Edmund Burke (1729-1797), yang "mencintai
suatu kebebasan yang jantan, moral dan teratur." Burke bukan
penganjur kediktaturan. Tapi dalam satu risalah termashur yang
terbit tahun 1790, ia ragu haruskah ia misalnya memberi selamat
kepada seorang gila, yang telah lari diri dari kekangan selnya,
dan memperoleh kembali nikmatnya kebebasan.

Selalu memang ada alasan untuk cemas bahwa kemerdekaan bisa jadi
demikian abstrak dan luas, hingga bisa berlaku bagi orang Yang
tersinting sekalipun. Kebebasan memang mengandung hal-hal yang
mencemaskan. Tapi justru karena itu ia memikat banyak orang.
Kemerdekaan, dengan begitu, adalah semacam sensasi.

Mungkin itulah sebabnya kita harus meninjau kemerdekaan dengan
cara lain. Kemerdekaan bukanlah semacam ruangan, dengan ukuran
pasti dan mutlak dan kita bisa dengan mudah berkata, bahwa
kurang dari itu berarti penindasan dan lebih dari itu adalah
anarki. Kemerdekaan mungkin perlu dilihat sebagai sesuatu yang
terletak dalam situasi yang dinamis.

Maka akan nampaklah bahwa sejarah adalah riwayat tarik-tambang
antara mereka yang cemas akan kebebasan dengan mereka yang cemas
akan ketidak-bebasan. Maka akan tampaklah bahwa tarik-tambang
itu tak akan pernah selesai, tak pernah mencapai titik yang
sudah bisa dibilang final. Akan ada orang cemas semacam Burke.
Akan ada juga orang yang bersuara menentangnya. Akan ada
ThomasPainryang menulis The Rights of Man.

Dalam kata-kata Chairil Anwar, "Keduanya harus dicatat, keduanya
dapat tempat." Sebab sebuah bangsa bukanlah sebuah monolog.