Showing posts with label tindak manipulatif. Show all posts
Showing posts with label tindak manipulatif. Show all posts
Wednesday 6 February 2013

Luka Di Dunia Pendidikan

Sepertinya dalam urusan administrasi, birokrasi kita memang menghalalkan yang namanya berbohong. Penulis sering dengar ungkapan orang-orang; “Ah, itu kan hanya administrasi, tidak apa-apa, tidak ada yang tau.” Artinya betapa remehnya administrasi sehingga dapat dimanipulasi sedemikian rupa untuk memenuhi ambisi pribadi dan kelompok tanpa mempertimbangkan efek negatif sosial yang muncul kemudian.

Maka tidak mengherankan, jika kasus-kasus manipulatif lain juga kerap terjadi dalam birokrasi kita, misalnya manipulasi dalam Ujian Nasional (UN) yang bukan lagi rahasi, manipulasi dalam sertifikasi guru yang dulunya manganut sistem portofolio sebelum diberlakukannya Uji Kompetensi Awal (UKA), atau laporan keuangan yang tidak sesuai penggunaannya, dan sederetan tindak manipulatif lainnya.

Sekiranya dikaitkan dengan Islam, pantas dipertanyakan apakah kita tidak takut terhadap ancaman Alquran bagi mereka yang melakukan perbuatan dusta. Padahal Allah telah mengingatkan:“Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS. 40:28). Dalam ayat lain: “Kemudian marilah kita bermubahalah (bersumpah) kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS. 3:61).

Muara dari setiap kebohongan adalah keburukan, dan setiap keburukan itu akan menggiring pelakunya ke neraka. Seperti yang ditegaskan oleh Nabi Saw dalam salah satu hadisnya: “Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menggiring kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur akan dicatat oleh Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan kepada kezaliman, dan kezaliman itu akan menggiring ke neraka. Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong.” (HR. Bukhari Muslim).

Barangkali, para pembohon belumlah berjumpa dengan neraka yang sesungguhnya di dunia sebagaimana deskripsi hadits di atas. Namun dengan sifat dan potensi kemanusiaan, secara batin pelaku kebohongan akan dihadapkan pada sikap keragu-raguan, kegelisahan, dan ketidaknyamanan. Selalu merasa ada yang membuntuti atau mencurigainya. Dalam satu pribahasa disebutkan: “Berani karena benar, takut karena salah.” 

Tindak kebohongan administratif seperti yang terjadi pada kasus database pegawai honorer tentunya juga merupakan tindak merampas hak orang lain dengan cara keji. Jelas bahwa ini akan berakibat pada sikap benci mereka yang dirampas haknya, sekaligus merusak nilai-nilai persaudaraan. Pertanyaannya, bagaimana sekiranya kita yang disakiti, atau dirampas haknya?

 Karakter orang munafik
Buya Hamka pernah mengatakan: “Sorga mana lagi yang kamu cari, bukankah kebaikan itu adalah sorga bagimu, dan neraka mana lagi yang kamu cari, bukankah kejahatan itu neraka bagimu?” Apa yang ingin ditegaskan oleh Buya Hamka di sini bahwa betapa kebaikan dan kejujuran yang dilakukan seseorang akan melahirkan kepuasan batin dan kebahagiaan, itulah hakikat sorga. Sementara ketika seseorang melakukan kejahatan, termasuk kebohongan maka dia tidak akan pernah merasa tenang, dan itu digambarkan oleh beliau sebagai neraka.

Dengan demikian, akhir dari setiap tindak kebohongan tidak akan pernah bermuara kebahagiaan. Barangkali satu atau beberapa kali pelaku masih eksis dan terselamatkan karena menutupi kebohongannya dengan kebohongan-kebohongan lainnya secara estafet. Namun di suatu saat pasti akan ketauan juga, sebab sepandai-pandai tupai melompat akhirnya akan jatuh juga. Banyak contoh maupun cerita yang dapat kita jadikan pelajaran, terutama cerita-cerita yang dialami oleh masternya koruptor yang akhirnya ketahuan juga korupsi, semisal Gayus Tambunan maupun Nazaruddin dan yang lainnya.

Patut kita sadari, bahwa dalam Islam pembohong merupakan karakter orang munafik. Nabi Saw bersabda; “tanda orang yang munafik ada tiga apabila berbicara bohong, apabila berjanji mengingkari janjinya, dan apabila dipercaya berbuat khianat” (HR Bukhari Muslim.). Untuk itu, Jika kita ingin mulia di sisi Tuhan dan dihargai manusia, maka berlaku jujurlah, sebab kejujuran itulah surga, sementara berbohong adalah neraka bagi pelakunya. Wallahu a’lamu bima ta’malun.