Showing posts with label nehru. Show all posts
Showing posts with label nehru. Show all posts
Friday 15 July 2016

Cerita : Nehru


SEORANG penulis Barat mengunjungi Diwan-i-Khas dan ia terpesona.
Gedung yang terletak di Agra ini dibangun oleh Kaisar Akbar,
penguasa India utara dalam abad ke-16. Di sana ada sebuah ruang
yang disebut sebagai ruang audiensi pribadi. Pusatnya adalah
sebuah pilar besar, berdisain Hindu dan Muslim. Memahkotai pilar
itu adalah tempat duduk Kaisar. Ke empat sudut ruang ada jalan
terentang. Di ujung-ujungnya terletak kursi buat tiap menteri.

"Rupanya", tulis pengunjung itu kemudian, "Akbar memang
melibatkan diri dalam perbenturan pendapat. Di sinilah citra
yang sempurna tentang kekuasaan politik dalam lingkupan dialog
yang bebas".

Tamu itu kemudian menceritakan kesannya kepada Nehru. Itu
terjadi 21 tahun yang lalu. Waktu itu sang Perdana Menteri masih
mengagumkan tapi orang sudah berbicara tentang tanda-tanda bahwa
ia capek.

Jawaharlal ternyata tidak ingat Diwan-i-Khas.

***

AKBAR memang biasa disebut seorang kaisar besar. Ia Islam, tapi
kerajaannya ia dasarkan pada rasa hormat kepada kebudayaan dan
agama Hindu. Ia menghapuskan pajak khusus atas orang
bukan-Muslim, menganjurkan agar penyembelihan sapi tidak
dilakukan, ikut serta dalam festival Hindu dan menggalakkan
studi karya klasik Sansekerta.

Dan ketika usianya baru 33 tahun, Akbar mendirikan ibadat-khana
di Fatehpur Sikri. Di dalamnya orang Islam dari pelbagai mazhab,
Para pastur Jesuit dari Goa, kaum Zoroaster, para pandit Hindu
dan para yogi, mendiskusikan masalah agama dengan Akbar sendiri.

Di abad ke-20, dalam kedudukan dan nama harum yang begitu rupa
(dia adalah seperti Bung Karno bagi Indonesia waktu itu)
pernahkah Nehru melibatkan diri dalam perbenturan pendapat?
Nehru nampak capek, kata sebuah teori, karena ia kesepian. Ia
tak dilingkungi oleh orang-orang yang setanding dengan dirinya.
Mungkin ia bosan.

Tapi mungkin juga ia tak memerlukan lingkungan yang terdiri dari
pikiran-pikiran gesit, tajam dan cemerlang. Cukup terkenal
tulisan di sebuah berkala di Calcutta di bulan Nopember 1937.
Tulisan ini memperingatkan rakyat India akan bahaya kediktaturan
Nehru. Tulisan itu ditulis oleh Nehru sendiri, tanpa
mencantumkan namanya.

***

MUNGKIN kebesaran Nehru bukanlah karena ia pada dasarnya seorang
demokrat. Kebesaran Nehru ialah bahwa kesempatan untuk
menyeleweng yang ada padanya ia kontrol sendiri kencang-kencang.

Ketika partainya dalam krisis kepemimpinan dan pemilu
diselenggarakan di tahun 1951, ia tetap berpesan: "Lebih baik
kita berhasil menjaga sukma kita dan kalah pemilu, ketimbang
menang lewat cara yang salah".

Puterinya kini mungkin akan belajar dari kata-kata itu. Juga
orang lain. Tapi baral1gkali pula ada yang akan berkata bahwa
mudah bagi orang seperti Nehru untuk berbicara seperti tadi,
karena ia belum pernah merasakan kekalahan. Kekalahan dalam
politik tidak hanya pahit, tapi juga bisa mengandung risiko. Di
beberapa negeri, beda antara pihak yang kalah dengan pihak yang
menang sering ditandai oleh penjara atau kuburan massal.

Nehru memang mungkin tidak membayangkan itu. Tapi mengapa ia
harus?